Rangkuman
:
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN CERMIN
TERHADAP KEMAMPUAN BICARA PADA PASIEN STROKE DENGAN AFASIA MOTORIK
I.
Pendahuluan
Stroke
atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer dan Bare,21001,hlmn 2131).
Stroke juga merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja (Muttakin,2008,hlmn 234).
Masalah
yang timbul akibat stroke sangat bervariasi, tergantuk pada luasnya daerah otak
yang mengalami infark atau kematian jaringan dan lokasi yang terkena
(Rasyid,2007,hlmn 53). Bila stroke menyerang otak kiri dan mengenai pusat
bicara,kemungkinan pasien akan mengalami gangguan bicara atau afasia
(Mulyatsih,2008,hlm 36).
Secara
umum afasia terbagi kedalam tiga jenis,yaitu afasia motorik,afasia sensorik dan
afasia global. Afasia motorik,kerusakan (yang pada umumnya disebut lesion )
terjadi pada daerah broca. Karena daerah ini berdekatan dengan jalur korteks
motor maka yang sering terjadi adalah alat-alat ujaran, termasuk bentuk mulut
menjadi terganggu,kadang-kadang mulut bisa mencong. Afasia motorik menyebabkan
gangguan pada perencanaan dan pengungkapan ujaran. Kalimat yang terproduksi
terpatah-patah karena alat penyuara juga terganggu sehingga seringkali lafalnya
menjadi tidak jelas.
Perawat
menerapkan tindakan keperawatan sesuai dengan diagnosis keperawatan yang
berhubungan dengan variasi gangguan bicara,bahasa, dan suara. Intervensi yang
bisa dilakukan adalah terapi wicara,perawat membuat jadwal untuk latihan
berbicara dalam meningkatkan kemampuan berbicara (Sunardi,206,hlm 7).
II. Metode Penelitian
Desain
penelitian ini adalah true experiment atau
rancangan eksperimen sungguhan adalah desain penelitian dimana randomisasi
dilakukan dalam mengalokasikan subjek ke dalam kelompok perlakuan dan kelompok
control, sehingga membuat kedua kelompok tersebut sebanding.
Penelitian
dilakukan kepada kelompok pasien stroke yang mengalami gangguan bicara selama 7
ahri dengan perlakuan 2 kali sehari. Pengambilan data dilakukan dengan menilai
tingkat bicara sebelum dilakukan terapi wicara tanpa menggunakan cermin dan
dengan menggunakan cermin.
Teknik
sampel ang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan metode accidential sampling. Sample diambil
dari pasien yang memenhi criteria inklusi sebanyak 18 responsen.
Alat
pengumplan data yang diganakan dari data primer yait data kemampuan bicara
denga menggunaan teknik observasi dan data sekunder dari rekam medis pasien.
III. Hasil Penelitian
1. Karakteristik
usia responden
Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar responden berusia 55-59 tahun yaitu
sebanyak 7 responden (38,9%) dengan skore kemampuan bicara sebelum dilakukan
terapi wicara dengan menyebut nama benda misalnya nama hewan berkisar antar
skore 7-11 nama hewan menunjukan adanya gangguan berbicara verbal.
2. Karakterisktik
Jenis Kelamin
Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 10 reponden ( 55,6%). Jenis kelamin merupakan salah satu faktor
penentu resika terkena stroke.
3. Karaktristik
Pekerjaan
Hasil
penelitian menunjukan sebagian besar responden
tidak bekerja yaitu sebanyak 8 responden (44,4%).
4. Kemampuan
bicara sebelum dan setelah dilakukan terapi wicara tanpa menggunakan cermin
Hasil
penelitian menunjukkan untuk responden dengan nilai kemampuan bicara sebelum
dilakukan terapi wicara dengan menggunakan cermin paling banyak dengan skor 13
dan nilai skor paling sedikit 6 sedangkan
setelah 7 hari terapi wicara tanpa
menggunakan cermin paling banyak dengan skor 26 atau 75% dari tes wicara 35
skor tes wicara dan untuk responden paling sedikit dengan nilai skor 17 atau 50% dari tes wicara 35 skor tes wicara. Memiliki selisih mean 12,11
ini mengalami peningkatan yang sedikit.
5. Kemampuan
bicara sebelum dan setelah dilakukan terapi wicara dengan menggunakan cermin
Hasil
penelitian menunjukan responden dengan nilai kemampuan bicara sebelum terapi
wicara denagn menggunakan cermin paling banyak dengan skor 12 dan untuk
responden dengan nilai kemampuan bicara paling sedikit 5 skor sedangkan setelah
7 hari terapi wicara dengan menggunakan cermin paling banyak dengan skor 35
(100%) dari 35 skor tes wicara dan untuk responden dengan nilai kemampuan
bicara paling sedikit denga skor 27 (76%) dari 35 skor tes wicara. Memiliki
selisih mean 23,33 ini memiliki peningkatan yang signifikan dikarenakan
penggunaan cermin memberikan umpan balik visual.
6. Efektifitas
terapi wicara tanpa menggunakan cermin dan dengan menggunakan cermin
Hasil
uji Independent T-Test memperlihatkan
beda rata-rata nilai kemampuan bicara tanpa menggunakan cermin adalah 21,00 dan
kemampuan bicara dengan menggunakan cermin adalah 31,33 diperoleh nilai p-value 0,000. Oleh karena lebih kecil
dari 0,05 (<0 bicara="" cermin.="" cermin="" da="" dan="" dengan="" diji="" kemampuan="" maka="" menggunakan="" pada="" perbedaan="" span="" tanpa="" telah="" variable="" yaitu="" yang="">0>
Berdasarkan
uji statistic Independet T-Test dalam penelitian ini diperoleh t hitung 7,159 sedangkan
t tabel 1,73 maka terdapat efektifitas penggunaan cermin terhadap kemampuan
bicara pada pasien stroke dengan afasia motorik.